Senin, 13 Juni 2011
Ketampanan Habibi
Bulan purnama 11 Mei 1985 Fatimah melahirkan dirumah bibinya yang terletak di Desa Ukir Sari Jawa Tengah, tanpa didampingi seorang suami karena suaminya sudah meninggal dunia akibat kecelakaan dua tahun yang lalu. Lahir seorang anak laki-laki yang sangat tampan, putih, hidung mancung, rambutnya hitam lebat, dan lucu, Fatimah melahirkan dirumah bibinya, maka ia berinisiatif memberi nama anaknya Habibi. Kebahagiaan yang begitu luar biasa bagi Fatimah dan keluarga, anak pertama yang diharapkan selama ini akhirnya bisa melihat dunia bersama.
Melihat Fatimah setelah melahirkan tampak raut mukanya begitu bahagia, tetapi dibalik kebahagiaan itu ada hal yang begitu merilis hati Fatimah.
“Fatimah, bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya bibi saat melihat Fatimah berdiam diri.
“E...bibi, aku hanya ingat dengan almarhum suamiku bi...., aku melahirkan tanpa suami...,” raut Fatimah dengan sedih langsung memeluk bibi.
“Sudah Fatimah...yang berlalu biarlah berlalu...kalau kita terus mengingat akan masa lalu hanya kesedihanlah muncul dalam benak kita..., tetaplah semangat, perjalananmu masih panjang, masih ada anakmu yang menemani hidupmu, jaga dan rawatlah dengan rasa kasih sayang sepenuh hatimu,“ bibi memberikan nasehat kepada Fatimah.
“Terimakasih bi....bibi membuat diriku menjadi kuat dalam menjalani hidup ini, sejak aku hamil hingga melahirkan bibi terus mendukung dan pengertian terhadapku, aku tidak tau lagi jika tidak ada bibi siapa yang mau menemaniku?” sambil keluar air mata kesedihan di pipi Fatimah.
“Sama-sama Fatimah, bibi juga tau dengan keadaanmu...tapi jangan berlarut-larut dalam kesedihan seperti ini Fatimah...usap air matamu....,” sentuhan tangan bibi membantu Fatimah.
****
Satu tahun berjalan, Fatimah selain mengurus Habibi juga bekerja keras berdagang sayur di pasar, berangkat dari pukul 06:00 hingga 11:00 kembali pulang. Demi melangsungkan kehidupan Fatimah harus bekerja keras untuk membesarkan anaknya, dalam berdagang Habibi juga dibawa oleh Fatimah, Habibi digendong dibelakang dan sayurannya diletakkan diatas kepala menggunakan wadah besar. Habibi tidak rewel anaknya, dia menangis ketika merasa lapar saja. Ketika di pasar Habibi menjadi pusat perhatian oleh kebanyakan orang-orang. Fatimah sangat bersyukur dengan anugerah Ilahi.
“Bu......beli sayur bayamnya dua ikat...dipotong ya bu akarnya..,” ujar salah satu pembeli kepada Fatimah.
“Iya....,” jelas Fatimah.
“Subhanallah....anak ibu tampan sekali....lucunya....sini nak, ibu beri sesuatu buat kamu....siapa namanya ini...?” pembeli itu langsung menggendong Habibi dan memberi uang kepada Habibi, “Untuk beli susu ya uangnya....,” kecupan manis pembeli itu kepada Habibi.
“Ini bu...sayurnya...,” Fatimah memberikan sekantong bayam kepada pembeli.
“Berapa bu?” tanya pembeli.
“Udah dibawa saja bu....,” Fatimah merasa tidak enak karena Habibi sudah diberikan uang dalam jumlah yang besar.
“Jangan seperti itu bu....jangan sungkan dengan saya....ni...ambil....ayo...terima bu...rezeki jangan ditolak....,” pembeli itu langsung menyodorkan uang kepada Fatimah.
“Terimakasih bu....aku jadi ngerasa tidak enak dengan ibu...boleh saya menanyakan sesuatu terhadap ibu?” Fatimah bicara serius.
“Iya...boleh-boleh saja..ada apa bu..?” pembeli itu kembali bertanya.
“Kenapa ibu begitu baik sekali terhadap saya dan anak saya?” Fatimah ingin tau.
“Saya sangat senang dengan usaha ibu yang begitu luar biasa, saya menghargai semua itu, tidak mudah berdagang sambil menjaga anak, ibu rela demi kelangsungan hidup ibu dan anak. Saya sendiri belum bisa seperti ibu, anggap saja ini rezeki untuk ibu...rezeki itu melalui perantara saya...begitu ya bu...,” pembeli menjelaskan secara detail.
“Kalau begitu ya...terimakasih banyak bu...kebaikan ibu akan dibalas dengan yang lebih lagi nantinya,” lemparan senyum Fatimah terhadap pembelinya.
“Amin......,” sahut pembeli.
****
Sejak kecil Habibi sudah membantu ibunya berdagang, pekerjaan yang dianggap kebanyakan orang merupakan hal yang rendah, tapi bagi Habibi dan ibunya merupakan pekerjaan yang luar biasa. Kerja dengan semangat dan keikhlasan, tanpa pamrih, dan jujur. Kegiatan yang dilakoni Fatimah sebelum berdagang, setiap hari selalu bangun malam untuk melakukan shalat tahajud, tidak lupa Habibi juga dibiasakan untuk ikut bangun dan melakukan shalat. Ketika dibangunkan, Habibi tidak merasa malas, dia sangat tunduk dengan perintah ibunya, anaknya sungguh berbakti sekali.
“Nak....bangun yok....kita shalat..............,” Fatimah membangunkan Habibi.
“Iya bu.....,” Habibi bergegas mengambil wudhu.
Usai shalat tahajut, Habibi dibiasakan oleh Fatimah untuk megaji dan menghapalkan Al-Qur’an. Habibi menjadi terbiasa dengan hapalan, mudah sekali dan cepat tanggap dengan hapalan Al-Qur’an. Usia 7 tahun Habibi sudah hapal surah sebanyak 5 juz. Luar biasa sekali Habibi, jika ada perlombaan hapalan surah, Habibi selalu ikut dan bisa memenangkan perlombaan.
****
Meranjak dewasa ketampanan seorang Habibi semakin membuat orang menjadi ingin memilikinya, rasa kagum dan bangga atas apa yang ada pada dirinya, perilaku dia, tidak semua orang bisa seperti Habibi. Ditambah dengan Habibi menjadi seorang ustad sekaligus juragan sayur yang terkenal, banyak orang yang iri dengan Habibi.
Pukul 01:00, datang 5 orang yang menyamar menggunakan topeng, mereka ingin membunuh Habibi sekaligus mencuri. Mereka tidak suka melihat keberhasilan dan ketampanan Habibi.
“Besar sekali rumah ini, lewat mana kita masuk?” ujar pencuri 1.
“Kita loncat saja pagar ini...,” pencuri 2 memberi saran.
“Okelah...,” ujar pencuri sekaligus pembunuh itu kompak.
Mereka berhasil masuk melewati pagar yang tinggi, rumah Habibi dan ibunya memang tidak ada satpam dan pembantu, mereka membiasakan untuk hidup mandiri. Jadi didalam rumah hanya ada Habibi dan ibunya saja. Keliling pencuri itu dirumah Habibi, mereka bingung ingin lewat dari mana jika masuk didalam rumah yang begitu besar dan megahnya. Tepat pada salah satu kamar mereka lewati, terlihat sesosok seperti malaikat, semuanya serba putih dan memancarkan cahaya yang begitu kuat dn terangnya. Jika melihat cahaya itu maka mata akan langsung buta. Siapakah dia? Dia adalah Habibi yang baru saja melaksanakan shalat tahajud, pancaran cahaya dari Al-Qur’an yang lagi tengah dibaca oleh Habibi sendiri tembus menyinari kawasan rumahnya.
“Tidak....tidak.....,” teriak pencuri 1.
“Tolong......tolong.......,” teriak pencuri 2.
“Panas.....panas......,” pencuri 3 merasa tidak tahan melihat cahaya.
Mereka lari dengan terbirit-birit dan langsung berusaha untuk pergi dari rumah Habibi dan ibunya. Sampai didepan pintu gerbang, mereka bingung bagaimana mencari solusi untuk keluar dari pagar, sebelum mereka bisa keluar, Habibi berhenti mengaji mendengar teriakan-teriakan para pencuri sekaligus akan membunuh, Habibi keluar dari kamar dan langsung menuju keluar, pancaran muka tampan Habibi tampak bersinar, membuat para pencuri itu menjadi takut dan tunduk dengannya.
“Hei! Siapa kalain?....ada perlu apa kalian disini?” Habibi mencegah mereka.
“Ampun Tuan.....ampun......,” sanggah pencuri 5.
“Ampun? Kenapa kalian memakai topeng? Mau mencuri ya?” tanya Habibi.
“Kedatangan kami disini ingin membunuh dan mencuri harta Tuan Habibi,” celtuk pencuri yang kebiasaannya tidak bisa bohong.
“Usz....kenapa kamu bilang?” tanya kawan sebelahnya.
“Aku tidak sengaja bilang gitu, kamukan tau saya latah tidak bisa bicara bohong...,” ujarnya.
“Oh...jadi kalian ingin membunuhku dan mencuri harta dirumahku dan ibuku, keterlaluan kalian! Saya segera memberitahu kepada polisi, agar kalian menerima ganjarannya,” tegas Habibi.
Tiba polisi dirumah Habibi, tertangkaplah 5 pencuri dan pembunuh tersebut. Setelah kejadian itu, Habibi merasa ada yang aneh kepada dirinya, kenapa tadi tiba-tiba para pencuri itu teriak seperti orang kesakitan dan langsung pergi begitu saja, padahal niatnya awal ingin mencuri dan membunuhnya. Itulah keberasan dan kuasa Allah SWT yang tidak diketahui oleh umatnya, padahal dari perilaku dan perbuatan manusia itu sendiri.
****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar